Langit malam di Jakarta dipenuhi gemerlap lampu kota, tetapi di lantai tertinggi menara ICONPLAY, hanya ada satu lampu yang masih menyala. Di balik pintu kayu mahoni yang kokoh, Leonard Hartono—sang raja bisnis hiburan digital—terdiam di hadapan dokumen wasiatnya. Tangannya gemetar, bukan karena usia, melainkan karena keputusan yang harus dibuat.
"Siapa yang akan meneruskan ICONPLAY setelah aku tiada?"
Perusahaan yang dibangunnya selama 30 tahun itu adalah raksasa di industri game dan konten digital, dengan nilai miliaran dolar. Tapi ironisnya, tidak ada satu pun anak atau kerabatnya yang layak—atau mau—mengambil alih tahtanya. Leonard tersenyum getir. "Aku punya segalanya, kecuali seorang penerus."
Kini, dia harus mencari orang asing yang bisa dipercaya untuk mewarisi kerajaannya. Tapi bagaimana caranya? Dan... siapa yang pantas?
Chapter 1: Panggilan Misterius
Rina Kartika terbangun oleh dering telepon yang memecah kesunyian pukul 3 pagi. Suara di seberang garis hanya berkata:
"Anda terpilih untuk mengikuti seleksi penerus ICONPLAY. Jika tertarik, datanglah ke alamat ini sebelum fajar."
Sebelum sempat bertanya, panggilan terputus. Rina, seorang programmer berbakat yang terpuruk di perusahaan kecil, hanya bisa menatap layar ponselnya. Seleksi penerus ICONPLAY? Apa ini lelucon?
Tapi ketika dia membuka email yang baru masuk, ada satu dokumen resmi dengan logo ICONPLAY dan tanda tangan Leonard Hartono sendiri.
"Kami mencari yang terbaik. Bukan karena darah, tapi karena kemampuan."
Di sisi lain kota, tiga orang lain juga menerima pesan serupa:
Ario Wijaya, mantan produser game jenius yang dipecat karena konflik dengan bos korup.
Lydia Tan, influencer tech dengan jutaan follower tetapi dijauhi industri karena terlalu vokal.
Dimitri Haryanto, ahli finansial brilian yang terlibat skandal karena menolak memanipulasi data.
Mereka semua punya dua kesamaan:
Bakat luar biasa yang diakui tapi "terbuang".
Tidak ada hubungan darah dengan Leonard Hartono.
Chapter 2: Ujian Pertama - Ruang tanpa Pintu
Ketika keempat kandidat tiba di lokasi, mereka hanya menemukan sebuah ruangan kosong dengan dinding polos. Tak ada pintu, tak ada petunjuk. Hanya sebuah layar besar yang tiba-tiba menyala:
"ICONPLAY dibangun dari ketiadaan. Jika kalian layak, carilah jalan keluar."
Rina segera menyadari—ini adalah puzzle. Ario mencoba mengingat-ingat desain bangunan, Lydia menganalisis pola cahaya di dinding, sementara Dimitri menghitung dimensi ruangan.
Tapi tiba-tiba, suara Leonard bergema:
"Waktu kalian terbatas. Hanya satu yang bisa lolos."
Plot Twist yang Membuat Pembaca Penasaran:
Siapa sebenarnya Leonard Hartono? Di flashback terselip, terungkap bahwa dia bukan pendiri asli ICONPLAY. Perusahaan ini diwariskan kepadanya oleh seseorang yang juga bukan keluarganya.
Ada orang ketiga yang mengamati seleksi ini dari bayang-bayang. Seseorang yang tidak ingin ICONPLAY jatuh ke tangan orang luar.
Salah satu kandidat sebenarnya memiliki hubungan rahasia dengan masa lalu Leonard.
Gaya Narasi Menarik:
Misteri bertahap: Setiap chapter mengungkap sedikit rahasia Leonard dan ICONPLAY.
Persaingan tidak sehat: Meski awalnya bekerja sama, kandidat mulai saling menjatuhkan.
Adegan simbolik: Ujian seleksi dirancang seperti level dalam game—setiap tantangan mewakili filosofi bisnis Leonard.
Kalimat Penutup untuk Membuat Pembaca Kepingin Lanjut:
"Di dunia ini, warisan bukan soal darah. Tapi siapa yang berani membayar harganya."
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Siapa yang akan bertahan? Dan... bisakah ICONPLAY bertahan ketika rahasia gelapnya mulai terkuak?