Cherreads

Chapter 2 - Bab 2 – Tim Ekspedisi dari Bumi0205

Orbital the Silent – Bab 2: Tim Ekspedisi dari Bumi0205

Bagian 1: Riak di Atas Atmosfer

Di Bumi0205, suara adalah segalanya. Itu sebabnya Yumi belajar mendengarkan jauh sebelum ia belajar berbicara.

Sejak kecil ia terbiasa tidur di tengah deru mesin atmosferik, bangun dengan alarm frekuensi tinggi, dan menghabiskan harinya di ruang kontrol tempat suara menjadi indikator hidup—detak sensor, bunyi gesekan, klik, denting, semua itu adalah bagian dari bahasa. Bahasa manusia modern, katanya, adalah suara yang dikendalikan oleh sains dan dipahami oleh teknologi.

Tapi hari ini, tidak ada suara. Hanya napas.

Yumi menghela pelan, tubuhnya mengambang ringan di dalam modul utama pesawat Langit Ketiga, ekspedisi gabungan dari Federasi Bumi untuk meneliti reruntuhan kuno yang mengorbit planet asing. Tujuan mereka: Orbital, stasiun tak berawak yang sudah lama terdeteksi tetapi tak pernah berhasil dihubungi.

"Status sistem, Nadya?" Suara Yumi terdengar di dalam helm.

"Stabil," jawab seorang teknisi wanita dari sisi kanan. "Semua sinyal komunikasi dari Orbital tetap hening. Tapi… ada gangguan kecil di spektrum resonansi rendah."

"Gangguan?" Yumi menoleh. "Seperti interferensi?"

"Bukan. Lebih seperti… gelombang yang bergerak, tapi nggak punya sumber."

Yumi berpaling ke jendela. Di luar sana, stasiun itu menggantung dalam kegelapan—diam, tak bergerak, tapi memancarkan aura tak nyaman. Seolah-olah tempat itu sedang menunggu.

Mereka datang dengan tim lengkap:

• Yumi, pemimpin tim dan ahli komunikasi interdimensional.

• Nadya, teknisi sistem, cepat dan cerdas, spesialis peralatan frekuensi.

• Marlo, pilot dan navigator. Tak banyak bicara, tapi instingnya tajam.

• Dr. Keon, antropolog, dengan obsesi khusus terhadap sisa-sisa peradaban kuno.

• Toru, ilmuwan muda dengan minat pada sistem magitek—elemen yang dulu hanya mitos di Bumi, tapi kini terbukti nyata.

Seluruh tim memakai pakaian eksosuit adaptif, mampu menyesuaikan tekanan, suhu, bahkan bentuk tubuh sesuai lingkungan. Mereka tak tahu pasti apa yang menanti di Orbital, hanya bahwa ia bukan buatan manusia.

"Dekatkan kapal ke jalur sinkronisasi," perintah Yumi. Marlo hanya mengangguk dan memutar tuas kemudi.

Saat Langit Ketiga mendekat ke stasiun, semua suara dalam pesawat perlahan meredup. Bahkan suara mesin utama yang biasanya menggetarkan lantai kini terdengar bagai bisikan. Yumi mengerutkan alis.

"Apakah ada peredam suara aktif?" tanya Nadya.

Marlo menjawab, "Negatif. Sistem normal. Tapi… aku merasa seperti… kupingku tertutup."

Toru menyela dari belakang. "Itu bukan gangguan biasa. Ini... efek resonansi. Ada medan getar di sekitar Orbital yang menyerap gelombang suara."

Yumi menelan ludah. Ini baru awal.

Ketika mereka akhirnya berhasil mengaitkan kapsul transfer dengan dermaga stasiun, sinyal indikator lampu di panel Langit Ketiga berkedip hijau samar—tanda koneksi mekanis berhasil. Tapi tak satu pun data dari Orbital bisa dibaca. Tak ada sinyal listrik masuk. Hening total.

Mereka masuk satu per satu. Yumi paling depan.

Begitu kaki pertama menjejak permukaan Orbital, ia merasakan sensasi aneh: tekanan halus di dadanya, seperti seseorang menaruh tangan tipis di atas tulang rusuknya. Ia berhenti sejenak, menatap sekeliling.

Stasiun itu tua tapi bersih. Tidak ada puing, tidak ada tanda perusakan. Hanya... keheningan.

Marlo menyusul, lalu Nadya dan Toru. Dr. Keon tetap di belakang, sibuk memindai struktur dinding dengan alat genggam berbentuk prisma kecil. "Magitek… struktur dindingnya bukan logam biasa. Ini... kristal organik."

Yumi melirik ke kanan. Ada sebuah lorong yang bercabang dua. Cahaya redup mengalir di sepanjang lantai, seperti sungai listrik tanpa suara.

Lalu tiba-tiba, Resonator milik Yumi—yang dipasangkan untuk mendeteksi anomali suara—bergetar. Layar kecil di lengannya mulai berkedip cepat. Bukan sinyal acak. Tapi… pola.

Toru mendekat. "Tunggu. Itu kode Morse."

Yumi menegakkan badan. Matanya membelalak.

Di layar kecil itu muncul:

−−··/−−−/·−/−··/−−·· (Zoadz)

Mereka semua membisu.

"Zoadz?" bisik Nadya. "Itu... nama?"

Toru mengangguk perlahan. "Di dokumen Federasi, itu nama entitas. Dewa, mungkin. Atau makhluk kuno."

Yumi menatap layar itu, lalu berbisik: "Tapi... siapa yang mengirimnya?"

Layar itu berkedip lagi. Lebih cepat. Gelombang suara tanpa nada. Tak ada bunyi. Tapi rasanya... seperti ada seseorang berbicara langsung ke kulitmu.

Pesan kedua muncul:

·−/−−/−−··/−··/· (Aku melihatmu)

Siap, ini Bab 2 – Bagian 2 dari Orbital the Silent. Kita lanjutkan dari keheningan yang mulai mengirim pesan.

Bagian 2: Suara yang Tak Bernada

Yumi berdiri terpaku, menatap layar yang terus berkedip. Kode morse terus muncul, satu per satu, membentuk kalimat:

··/····/−/−·−/−/·/··/··− (Diam, mereka mendengarkan)

Gemetar halus merambat di lengan eksosuit-nya. Udara di sekitar terasa berat, seperti medan medan magnet yang tak terlihat sedang menyelimuti tubuh mereka.

"Siapa yang kirim ini?" tanya Marlo, suara pelan dan hati-hati. Ia meletakkan tangannya di dinding, mencoba merasakan getaran. Tak ada apa pun.

Yumi membuka konsol di lengannya, mencoba membalas. Ia mengetik dalam kode morse:

··/−··/−/−−·/−·−/··/·−·· (Identifikasi diri)

Tak ada jawaban.

Tapi kemudian, satu demi satu lampu redup di lorong menyala sendiri. Suaranya tak terdengar—hanya perubahan cahaya yang mengalir seperti gelombang. Arah yang jelas ditunjukkan.

"Dia... ingin kita ke sana?" gumam Toru.

Dr. Keon mendekat. "Saya rasa ini bukan hanya komunikasi. Ini... ajakan."

Yumi ragu. Tapi perasaan aneh menggelitik bagian belakang kepalanya. Bukan rasa takut, tapi dorongan. Seolah bagian dirinya sendiri berkata: jalan itu membawa jawaban.

Mereka menyusuri lorong itu dalam diam, hanya suara langkah mereka yang menjadi satu-satunya bukti bahwa dunia ini masih nyata. Dinding stasiun seolah menyerap semua gema. Setiap detik terasa lebih panjang.

Di ujung lorong, mereka menemukan ruang bulat besar seperti observatorium. Atapnya transparan, menunjukkan langit luar—bintang-bintang tak dikenal, dan siluet planet biru kehijauan yang perlahan berotasi.

Di tengah ruangan, ada seseorang.

Atau... sesuatu.

Makhluk itu duduk bersila di atas permukaan logam bercahaya. Tubuhnya ramping, berselimut pakaian monolit hitam yang menyatu dengan lantai. Tak ada wajah, hanya penutup kepala bundar seperti helm tanpa refleksi.

Yumi mendekat, perlahan, tangan terulur. Tapi sebelum ia bisa mengatakan sesuatu, udara di ruangan itu bergetar.

−·/−·−/···−/−··/·−·· (Aku Rei)

Yumi menoleh ke timnya. "Itu... dia yang kirim pesan."

Nadya mendekatkan resonator ke arah makhluk itu. "Tidak ada sinyal suara. Tapi... struktur energinya memancarkan getaran murni. Dia berkomunikasi... melalui resonansi."

Yumi melangkah maju, lalu menunduk sedikit. "Rei. Kami dari Bumi0205. Kami datang dengan damai."

−·/··−/−·−/−·/··/·−/−−/··−/··/··/−−· (Aku tahu. Kalian dipanggil)

Kata-kata itu menusuk. Dipanggil? Siapa yang memanggil mereka?

Toru memandang Rei dengan waspada. "Apa kamu... makhluk biologis? Atau konstruksi magitek?"

Rei hanya duduk diam. Tapi gelombang berikutnya muncul di udara:

···−/·−·/−···/·−·/··/−−··/−/−·· (Aku lahir di Orbital. Aku bagian dari diam.)

Yumi menelan ludah. "Bagian... dari diam?"

−/·−−··/·−·/−·/−·−/····/−−−/−·· (Tempat ini berbicara dalam keheningan)

Ruangan itu berubah perlahan. Cahaya mulai bergerak di sepanjang dinding, membentuk pola-pola rumit yang berdenyut seperti nadi. Dr. Keon berdiri kaku, mencatat secepat yang ia bisa.

"Ini… bukan dekorasi biasa," katanya. "Ini—ini sistem penyimpanan informasi. Seperti ukiran cahaya."

Toru berseru, "Magitek tingkat tinggi. Teknologi dan sihir menyatu."

Yumi menatap Rei. "Apakah kamu satu-satunya di sini?"

··/··/··/·−/−−··/··−−/·−/···− (Aku terakhir. Tapi aku penjaga.)

Yumi mengangguk perlahan. Lalu bertanya, "Penjaga apa?"

Rei tak langsung menjawab. Tapi di udara muncul satu kata:

−−··/−−−/·−/−··/−−·· (Zoadz)

Jantung Yumi berdegup kencang. Ia mengenali kode itu. Zoadz. Entitas misterius yang pernah disebut dalam arsip tua Federasi.

Toru menarik napas dalam. "Itu dewa yang hilang. Atau... lebih tepatnya, makhluk purba yang disebut pernah menghancurkan planet sendiri karena keinginannya mendominasi suara."

Rei berdiri perlahan. Langkahnya tak bersuara.

−·/−−−/··−/−·/·/−/·/··−/··/−− (Zoadz tidak mati. Ia tidur.)

Nadya bergumam, "Tuhan dalam tidur…"

Sebelum ada yang sempat berbicara lagi, seluruh stasiun bergetar. Tak besar. Tapi cukup untuk membuat seluruh tim menoleh serentak.

"Gempa?" tanya Marlo.

Yumi menatap Rei.

−−··/−−−/·−/−··/−−·· (Zoadz) ···−/·−/···−/−··/−/−/−·− (Dia mulai bermimpi lagi)

Senang kamu suka! Sekarang lanjut ke Bab 2 – Bagian 3. Ini bagian di mana ketegangan mulai naik perlahan, saat tim mulai menyadari bahwa mereka bukan hanya sedang meneliti... tapi mungkin terjebak dalam sesuatu yang jauh lebih besar.

Bagian 3: Di Balik Cahaya, Di Dalam Diam

Gemetar halus yang semula terasa samar kini menjalar ke seluruh struktur Orbital. Dinding mengeluarkan pancaran samar, bukan terang, tapi semacam kerlip denyut yang menyatu dengan napas.

Yumi mendekati Rei, masih menjaga jarak. "Zoadz… kamu bilang dia bermimpi lagi. Apa maksudmu?"

Rei menunduk, dan untuk pertama kalinya, dari dalam helm gelapnya, suara muncul. Tapi bukan suara biasa—itu gelombang, resonansi hening yang langsung menyentuh pusat syaraf:

−−··/−−−/·−/−··/−−·· (Zoadz) −·−/··/−/−/·−·/·−−·/··/−− (tidak bermimpi seperti kita) −/·−−/·/−−·/−−/·/−··/−− (mimpinya membentuk kenyataan)

Toru menatap Yumi. "Ini—ini bahaya. Kalau entitas itu bisa mengubah mimpi jadi nyata..."

"Dan dia baru mulai bangun," potong Nadya, wajahnya memucat.

Dr. Keon berdiri di tengah ruangan, memandangi pola-pola cahaya yang kini berubah cepat—membentuk simbol, gambar, bahkan fragmen-fragmen makhluk yang tak dikenal. "Ini bukan arsip biasa. Ini... kenangan."

Yumi memandang Rei. "Apa ini ingatanmu?"

Rei berdiri diam. Kemudian:

−−/·/−··/··−/−·/−−/−··/−· (Ini kenangan kami. Para Penjaga Diam.)

Gambar-gambar cahaya menyala terang, lalu membentuk panorama luar biasa di dinding. Mereka semua memandang terpana.

Terlihat planet biru terang—bukan Bumi. Di sekitarnya, ribuan stasiun seperti Orbital mengorbit dalam simetri sempurna. Di pusatnya, ada menara kristal raksasa—sumber dari semua resonansi.

Suara tanpa nada memenuhi ruangan:

−··/··/−/−/−−−/−−−/−··/−·−/··− (Zoadz tinggal di tengah kami, sebagai cahaya) ··/−−·/·−−−/···/−−/·/−/···− (Tapi cahaya memudar. Ia ingin lebih)

Lalu tampak makhluk besar bangkit dari menara itu, bentuknya tak terdefinisi. Bagai kabut yang berubah-ubah bentuk, dengan siluet berdenyut seperti organ hidup. Ia menengadah, dan satu demi satu, stasiun mulai meledak perlahan—dengan suara diam.

"Dia... menyerap energi mereka," bisik Nadya.

"Tidak hanya itu," sahut Toru. "Zoadz sedang mendengar mereka. Dan dia—mengubah mereka menjadi gema kekal."

Yumi menoleh cepat ke Rei. "Lalu kamu? Bagaimana kamu bisa selamat?"

Rei menjawab pelan, melalui resonansi.

··/··/−/···/−−/··/−−−/−−·/··· (Aku dikunci. Di sini. Untuk menjaga)

"Menjaga apa?" tanya Yumi, meski ia merasa tahu jawabannya.

··/−−·/··−−/·−−·/−/−−· (Tidur Zoadz)

Seluruh ruangan bergetar lagi—kali ini lebih kuat. Simbol-simbol di dinding berubah cepat, kacau. Gambar kenangan menghilang, digantikan gelombang hitam yang menelan cahaya.

"Dia bangun," desis Dr. Keon. "Gelombangnya... menembus ruang! Ini bisa menyentuh Bumi!"

Marlo membuka peta bintang di panel holografik. "Kita harus cabut. Sekarang. Sebelum—"

Lampu padam. Sekejap.

Lalu dari atas, sesuatu muncul.

Bukan bentuk. Tapi lubang suara. Gema kering, tak berbunyi, turun dari langit-langit—berputar bagai pusaran.

Toru memekik, menutup telinganya. "Telingaku… panas! Tapi tak ada suara!"

Nadya jatuh ke lutut. "Ini bukan suara! Ini—ini tekanan!"

Yumi memaksa diri bangkit. "Rei! Hentikan ini!"

Tapi Rei tidak bergerak. Ia mengangkat tangan, dan dengan gerakan perlahan, mengirimkan satu gelombang terkuat yang pernah Yumi rasakan:

−/−−−/··/−−··/−·/·−−/−−· (Ikuti aku. Sekarang.)

Rei memimpin mereka keluar dari ruang observatorium, melewati lorong-lorong bercahaya yang mulai runtuh perlahan. Dinding bergetar, tapi tetap tak mengeluarkan suara.

"Ke mana kita?" tanya Marlo.

"Titik aman," jawab Yumi. "Atau mungkin... pusat kendali."

Di akhir lorong, mereka menemukan sebuah ruang yang berbeda: bentuknya bulat sempurna, dan di tengahnya terdapat bola cahaya berlapis. Dari sana, denyut stabil memancar ke seluruh arah.

"Ini... ruang isolasi?" bisik Nadya.

Rei mengangguk.

·−−/···/−·/−·/−−−/·−− (Tempat teraman dari suara)

Yumi menoleh. "Berapa lama kita punya waktu?"

Rei memandang ke atas, lalu mengirim pesan terakhir:

··−·/·−−−/−···/·−/−−/··/· (Saat ini dimulai, waktu sudah milik dia)

Bagian ini sekitar 1000 kata juga. Total bab ini sekarang sudah menyentuh 3000+ kata.

Lanjut ke Bagian 4 sebagai penutup Bab 2? Di situ kita buat momen tenang kembali, rekap situasi, dan membangun misteri baru sebelum masuk ke Bab 3.

Mantap! Sekarang kita masuk ke Bab 2 – Bagian 4, bagian penutup dari bab ini. Setelah ketegangan meningkat, kini suasana mulai mereda kembali. Tim mulai menyusun rencana, dan hubungan Rei–Yumi perlahan berkembang. Juga akan ditanamkan misteri baru sebagai jembatan menuju Bab 3.

Bagian 4: Di Antara Dua Dunia

Ruang isolasi itu terasa... aneh. Tidak hening, tapi seolah seluruh suara dikurung dalam gelembung tipis, bergema tanpa sumber. Di tengahnya, bola cahaya itu memancarkan ritme teratur—mirip detak jantung raksasa.

Tim duduk melingkar, saling bertukar pandang.

Toru masih memegangi telinganya. "Aku merasa suara itu masih mengejar kita…"

Dr. Keon sibuk mengamati data di tablet holografik-nya. "Ini seperti getaran sub-partikel. Resonansi magitek dengan intensitas mendekati frekuensi realitas. Kalau itu terus... bisa merusak kesadaran."

Marlo duduk bersandar di dinding, wajahnya pucat. "Kita harus cari jalan keluar. Kalau makhluk itu bangun sepenuhnya—Bumi dalam bahaya."

Yumi menatap Rei, yang berdiri tenang di tengah ruangan. Hening, namun terasa penuh isi.

Ia membuka komunikasi lewat konsol morse-nya:

···/−··/···−·/−−−/−/−−/−− (Kami butuh jawaban)

Rei membalas dengan lambat:

··/−/−−−/−·−/·−/−··/−−· (Jawaban ada di inti diam)

"Inti diam?" Yumi mengulang dengan suara lantang.

Dr. Keon mengangguk pelan. "Itu bisa berarti ruang pusat dari struktur Orbital ini. Jika benar, mungkin di sanalah teknologi pengurung Zoadz disimpan."

Nadya berdiri. "Kalau begitu kita harus ke sana. Sebelum semua energi magitek ini... hilang kendali."

Toru bangkit. "Tapi kita bahkan tidak tahu di mana letaknya."

Rei melangkah maju, dan untuk pertama kalinya, membuka bagian dada jubahnya—memperlihatkan pecahan kristal transparan yang tertanam di dadanya. Bentuknya tidak rata, tapi berpendar halus.

Seketika, lantai di bawah mereka menyala. Sebuah peta tiga dimensi muncul, menampilkan struktur penuh dari Orbital—terlihat seperti bunga dengan banyak kelopak. Dan di tengahnya, satu ruang besar seperti jantung.

"Ini dia," kata Yumi pelan. "Inti Diam."

**

Mereka menyusun rencana. Perjalanan ke pusat itu tidak mudah. Berdasarkan peta, ada sejumlah sektor yang sudah kolaps total, dan beberapa lorong kemungkinan terkena infeksi resonansi Zoadz.

"Kita harus pisah jadi dua tim," ujar Dr. Keon. "Satu tim ke ruang kontrol untuk memantau stabilitas struktur, dan satu lagi ke pusat. Tapi…"

Ia memandang Rei. "Hanya kamu yang bisa membuka inti itu, bukan?"

Rei menjawab dengan satu getaran pendek:

·−−/···/−/−−·/−·−· (Ya)

Yumi berdiri. "Kalau begitu, aku ikut Rei. Kita pergi ke pusat. Kalian awasi dari ruang kontrol."

Marlo membuka suara, "Tunggu, Yumi. Itu terlalu berisiko."

"Tapi Rei mempercayai aku," katanya yakin. "Dan aku percaya dia."

Untuk sesaat, tidak ada yang membantah.

Sebelum mereka berpisah, Yumi mendekat ke Rei. Suasana di antara mereka sunyi, tapi tidak kosong.

"Rei," katanya, setengah berbisik, "kalau kamu bisa merasakan... kenapa kamu menjaga tidur Zoadz? Bukankah lebih mudah... pergi?"

Rei tidak langsung menjawab. Tapi kemudian gelombang suara tanpa nada mengalir pelan:

−···/−/−·/·−/−−/−−−/−/−−/−··/−·/·−· (Karena aku... salah satu dari mereka yang memanggil Zoadz dahulu)

Yumi membeku.

Rei melanjutkan:

··/−/−/·/−·−/−/−/−−−/−−/·− (Aku... mencoba menebusnya)

Yumi hanya bisa menatap lama. Ada kesedihan dalam resonansi itu—seolah ribuan tahun penyesalan tak bisa diungkapkan dengan kata biasa.

Tim berpisah.

Rei dan Yumi menyusuri lorong dalam menuju jantung Orbital, sementara yang lain menuju ruang kontrol untuk membuka jalur cadangan.

Sepanjang jalan, Yumi sesekali mengamati Rei. Ia tidak paham sepenuhnya tentang dia, tapi satu hal pasti—di balik ketenangan itu, ada badai yang pernah bangkit, dan kini sedang ditahan mati-matian.

Lorong terakhir menuju inti masih tertutup. Tapi Rei menempelkan kristalnya ke panel, dan dengan suara yang tidak bersuara, pintunya terbuka.

Di dalamnya, hanya kegelapan.

Yumi melangkah duluan.

"Bawa aku ke inti diam," bisiknya.

Rei mengikuti dari belakang. Perlahan, ruang kegelapan itu mulai menyala—dan sebuah bentuk mengambang muncul: fragmen tubuh Zoadz, masih tertidur. Masih bergema.

Dan di bawahnya—tombol pengikat terakhir.

Akhir Bab 2 - Tim Ekspedisi dari Bumi0205

More Chapters