Bab 29: Malam Penuh Kejutan di Las Vegas
Setelah unggahan resmi Celine dan Rei sebagai pasangan, media sosial meledak. Celine memposting foto mereka berdua dengan caption manis:
"He said yes. (finally!) #CRofficial"
Milim langsung membagikannya ke Insta Story dengan tulisan:
"MY SHIP IS REAL! #ReiLine4ever"
Leo, Carlos, dan geng Harvard 2017 heboh di grup chat, menyebut malam ini harus dirayakan di tempat paling gila.
Malam pun dimulai di Las Vegas.
Milim dan Arvid meluncur dengan Porsche GTR Ultima kuning metalik, mesinnya meraung dan mencuri perhatian di valet club malam ternama.
Rei dan Celine datang elegan dengan Tesla Model 3 2018, futuristik dan berkelas.
Di dalam club, lampu strobo berkedip liar. Musik EDM menggelegar. Milim yang awalnya tertawa dan menari dengan Celine, mulai minum lebih dari yang seharusnya. Margarita, tequila shot, lalu wine manis yang ia bilang "nggak keras". Namun tubuh kecilnya tak bisa menahan semuanya.
Wajah Milim mulai merah, langkahnya oleng, dan tawanya keras. Ia naik ke meja VIP sambil teriak:
"AKU LULUS DARI HARVARD, DAN CINTA ITU NYATA! Celine dan Rei buktiinnn!!!"
Namun tawanya seketika berhenti saat ia melihat Arvid, yang duduk agak jauh dari keramaian, mulai didekati dua wanita seksi. Salah satu dari mereka duduk terlalu dekat, menaruh tangan di pundak Arvid, dan tertawa manja sambil berkata,
"Kamu Arvid, kan? Aku nonton kamu terus..."
Milim yang mabuk berat langsung terpaku. Matanya menyipit tajam walau sedikit kabur. Ia turun dari meja dengan langkah limbung, gelas wine-nya tumpah ke lantai tapi ia tak peduli.
Ia berjalan menghampiri mereka—lebih tepatnya, menyerbu.
"Hei!" serunya dengan suara setengah serak. "Maaf, dia udah dipesan."
Wanita itu tertawa kecil. "Kita cuma ngobrol, santai aja, sayang."
Milim menatapnya tajam. "Kalo kamu nyentuh dia lagi, aku bakal lempar kamu ke luar lewat jendela VIP lantai 3 ini."
Semua orang terdiam. Bahkan Arvid terkejut melihat ekspresinya yang mabuk tapi mematikan.
Milim lalu meraih kerah baju Arvid dan bersandar di dadanya. "Kamu kenapa sih nggak geser? Kan bisa duduk di tempat lain. Di dekat aku, misalnya?"
Arvid mengelus rambutnya. "Kamu mabuk banget."
Milim mengangguk cepat. "Iya, dan aku mabuk cinta juga. Jadi jangan bikin aku marah."
Wanita-wanita itu akhirnya mundur pelan, lalu pergi.
Milim mencengkeram baju Arvid dan berbisik pelan, "Aku nggak suka lihat kamu dideketin... apalagi sama cewek yang kelihatan lebih... yah, lebih segalanya dari aku."
Arvid mendesah, menunduk, dan menyentuh kening Milim dengan lembut. "Bodoh. Kamu satu-satunya yang bisa bikin aku datang ke club dan ninggalin komputerku."
Milim tersenyum kecil, lalu tiba-tiba... pingsan di pelukannya.
Celine yang melihat kejadian itu dari kejauhan, tertawa sambil berkata ke Rei,
"Kurasa Milim butuh es dan kasur, sekarang juga."
Rei tersenyum. "Atau mungkin dia cuma butuh Arvid... seumur hidup."
Dan malam Las Vegas itu, penuh cinta, mabuk, dan kekacauan... menjadi kenangan yang akan sulit mereka lupakan.
---
Milim masih dalam keadaan separuh sadar ketika Arvid membopongnya keluar dari club. Ia menggumam, "Aku bukan bebek... kenapa aku digendong kayak bebek?" lalu menepuk-nepuk dada Arvid pelan.
Arvid mengangkat alis. "Bebek nggak digendong begini, Milim."
Milim mengernyit sambil tertawa, "Jangan-jangan kamu juga digendong sama mantan kamu dulu, ya?"
Arvid tidak menjawab, hanya menghela napas dan membuka pintu Porsche GTR Ultima mereka.
Begitu duduk, Milim mendadak merasa dashboard mobil itu "menghantui"-nya.
Ia menunjuk layar navigasi dan berteriak pelan, "Arvid... itu... itu robot! Dia tahu kita mau pulang! Dia tahu alamat rumah kita!"
Arvid nyaris tertawa tapi tetap tenang. "Itu GPS, Milim."
Milim mengangguk, lalu tiba-tiba memeluk jok mobil dan berbisik: "Tenang, Arvid. Aku akan lindungi kamu dari robot-robot ini."
Dalam perjalanan, Milim menyanyi sendiri, menciptakan lagu dengan lirik aneh:
"Arvid di hati, bukan di tangan orang lain…"
"Wanita seksi pergi jauh, jangan pegang pundak diaa…"
Arvid sempat merekam sebentar dengan ponselnya, lalu menggeleng sambil tersenyum.
Begitu tiba di rumah, Arvid kembali membopong Milim keluar dari mobil.
Milim melongok ke atas dan berkata pelan, "Rumah kita... besar ya... tapi hatiku buat kamu lebih besar."
Arvid terkekeh, "Kamu bakal malu sendiri pas sadar nanti."
Saat dibaringkan di tempat tidur, Milim tiba-tiba menggenggam tangan Arvid dan berbisik,
"Besok aku akan lupa semua ini... jadi sebelum itu, denger ya..."
Ia menarik napas dalam, lalu berkata lirih,
"Aku suka kamu, Arvid. Tapi jangan bilang-bilang ke aku yang sadar nanti."
Lalu... ia tertidur sambil memeluk bantal erat, wajahnya damai.
Arvid duduk di samping ranjang, menatapnya lama, lalu mengelus rambutnya pelan.
"Milim… kamu mabuk banget," katanya pelan. "Tapi kamu lucu juga."
Dan malam pun berakhir... dengan tawa, kehangatan, dan satu pengakuan yang mungkin tak akan pernah diingat pagi nanti—tapi pasti akan terus tinggal di hati Arvid.
---
Pagi Hari – Keesokan Harinya
Sinar matahari pagi menembus tirai jendela kamar, membuat Milim menggeliat pelan. Kepalanya terasa berat, dan mulutnya kering seperti gurun Nevada. Ia membuka mata perlahan, menatap langit-langit sambil menghela napas.
"...Apa yang terjadi semalam?" gumamnya lemas.
Saat ia menoleh ke sisi ranjang, terlihat Arvid duduk santai di kursi dengan secangkir kopi, ekspresinya penuh kemenangan. Di tangannya, sebuah ponsel—dengan video yang sudah siap diputar.
"Akhirnya bangun juga, si penyanyi mabuk," katanya dengan nada jahil.
Milim langsung curiga. "Jangan bilang... aku ngelakuin hal memalukan, ya?"
Arvid tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menekan tombol play.
Suara dari ponsel terdengar:
"Wanita seksi pergii jauh… jangan pegang pundak diaaaa…"
Milim langsung membeku.
"OH. TIDAK."
Ia buru-buru menarik bantal dan menutupi wajahnya. "Please tell me itu bukan aku!"
Arvid tertawa. "Itu kamu. Versi diva cemburu. Kamu bahkan curiga ke GPS mobil karena 'tahu alamat rumah kita'."
Milim menggeliat seperti ulat kena matahari. "Arvid, hapus itu sekarang. Atau aku akan... akan... akan uninstall semua crypto wallet kamu!"
"Terlambat," jawab Arvid santai. "Aku udah backup. Dan... aku udah kirim satu klip ke Celine."
Milim menjerit pelan, wajahnya merah padam. "KAMU PENGKHIANAT!"
Ia memukul-mukul bantal, lalu berguling ke sisi ranjang sambil menggumam,
"Kenapa aku harus mabuk di depan kamu sih... kenapaaa..."
Arvid hanya tertawa, lalu meletakkan kopinya dan duduk di tepi tempat tidur. Ia mengusap kepala Milim pelan.
"Tapi kamu lucu banget. Dan jujur. Jadi aku maafin kamu."
Milim membuka mata dari balik bantal, cemberut. "Aku bilang aku suka kamu semalam, ya?"
Arvid mengangguk pelan. "Iya. Tapi kamu bilang jangan kasih tahu ke kamu yang sadar nanti."
Milim langsung menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. "Ya udah. Anggap aku masih mabuk sekarang."
Arvid tertawa kecil dan membisikkan, "Tenang aja... aku juga suka kamu."
Dari dalam selimut, terdengar suara kecil Milim, "...Astaga, semoga aku mimisan dan pingsan sekarang juga."
---