Bab 2
Setelah waktu menyenangkan di kafe, Caelus menatap langit senja yang mulai berubah warna, lalu memalingkan pandangannya ke arah teman-temannya.
"Besok... kalian ada waktu luang?" tanyanya
Kiana menoleh cepat. "Kenapa?"
"Ada tempat yang ingin aku tunjukkan," jawab Caelus sambil tersenyum ringan. "Perusahaan"
Mendengar itu, Kiana tampak antusias. "Wah, boleh "
Mei juga mengangguk
"Boleh, besok aku luang"
Bronya mengangguk kecil. "Kalau tidak ada kegiatan besok aku ikut."
Caelus menatap mereka satu per satu, lalu mengangguk. "Baik, sampai ketemu besok."
---
Keesokan harinya,
Caelus tiba lebih awal di tempat pertemuan, tidak lama kemudian Kiana, mei, bronya dan seele akhirnya datang di ikuti dengan seorang lagi.
Rambut merahnya cukup mencolok dengan wajah dan badan yang dewasa dia sangat menarik perhatian jika di taruh di keramaian.
Wanita itu adalah himeko Murata.
Melihat himeko dari dekat membuat Caelus tidak bisa untuk tidak mengingat adegan kematian himeko di game.
Sungguh kenangan menyakitkan.
"Selamat Pagi Caelus"
Kiana menyapa dengan riang.
"Pagi caelus" mei dengan tenang menyapa.
Teman-temannya yang lain ikut menyapa.
Merasakan tatapan caelus dari tadi, himeko maju dan berkenalan dengan Caelus.
"Halo! kau pasti Caelus, perkenalkan namaku himeko Murata, aku adalah guru mereka waktu masih di sekolah dulu"
Sambil berjabat tangan, Caelus bisa merasakan tangan lembutnya.
"Hai senang berkenalan denganmu himeko, aku Caelus seorang bos sekaligus direktur perusahaan hiburan kecil Avalon."
"Ara, Avalon?"
Himeko mencoba mengingat nama perusahaan hiburan Avalon tapi dia tidak memiliki kesan.
Tampaknya hidup dengan sederhana dan tidak menonjol di New eridu cukup efektif.
Caelus tahu kemunculan himeko itu pasti memiliki alasan, walau dia tidak tahu tujuan himeko sebenarnya caelus tetap siap untuk apa yang akan datang.
"Benar, walaupun itu hanya perusahaan hiburan sederhana kebetulan jika kau tidak keberatan bagaimana kalau ikut dengan kita ke perusahaan."
Caelus tersenyum dan mengundang himeko.
"Sungguh! kalau begitu baiklah"
Himeko menerimanya.
Ini mempermudah segalanya.
Lalu himeko berbasa-basi dengan Caelus untuk mengkorek informasi.
Melihat Caelus dan himeko berbicara seperti teman akrab Kiana merasa senang sedangkan yang lain memiliki perasaan berbeda.
"Caelus dan himeko sensei tampaknya akrab bagus dengan begini lebih muda untuk membujuk bibi!"
Sedangkan mei memiliki pikiran yang lain.
"Apa himeko akhirnya mendapat pasangan yang cocok?"
Seele menatap mereka dengan bingung.
"Ehm...ke-kenapa suasana sekitar mereka cukup aneh?"
Saat ini Seele benar-benar berharap untuk saudari kembarnya ada di sini.
" Kenapa Himeko ikut?" bisik Bronya pelan.
Himeko hanya tersenyum samar, tidak memberi penjelasan. Ia memang tidak menyebutkan bahwa keikutsertaannya hari itu atas permintaan Kepala Sekolah Teresa-yang mengawasi mereka serta menyelidiki apakah Caelus benar-benar direktur sungguhan atau hanya penipu yang berkaitan dengan hal-hal ilegal.
Caelus, seakan tak terkejut, hanya berkata ringan, "Kalau begitu, mari kita berangkat."
Mereka pun berangkat bersama menuju bangunan Caelus. Lokasinya agak tersembunyi, berada di area dengan arsitektur modern yang bersih dan tenang. Begitu tiba, Caelus menempelkan jari tangannya ke panel di dekat pintu logam besar.
Suara pintu otomatis terbuka perlahan, memperlihatkan interior bagian dalam bangunan yang sangat modern, bahkan terkesan futuristik.
"Silakan masuk," ucap Caelus dengan tenang.
Satu per satu mereka masuk, dan begitu berada di dalam... mata mereka membelalak penuh kekaguman
"Woah..." Kiana menatap sekeliling dengan mata berbinar.
Ruangannya luas, bersih, dan dipenuhi peralatan canggih. Layar besar melayang di udara, hologram tampak menyala-nyala menampilkan berbagai konsep desain dan efek visual. Di sudut ruangan, ada panggung kecil dan area green screen.
Tiba-tiba, sebuah hologram dengan bentuk gadis berambut kuncir dan penuh semangat muncul dari salah satu proyektor.
"Halo semuanya~ Aku AI-chan, asisten virtual studio ini! Senang bertemu kalian!" sapanya riang sambil melambai.
Bronya terkagum-kagum.
"I-ini A.i sungguhan dengan hologram canggih dan gerakan, grafik serta, tekstur sungguh kualitas tinggi."
Caelus tersenyum, lalu mengajak mereka berkeliling, menunjukkan tiap sudut ruangan, termasuk ruang editing, mixing audio, hingga kamar rias. Setelah selesai, ia menyerahkan beberapa lembar naskah kepada masing-masing dari mereka.
"Ini proyek yang sedang aku kerjakan. Aku ingin kalian membacakannya... dan mungkin mempertimbangkan untuk ikut ambil bagian," ucap Caelus.
Mereka membuka naskah dengan penasaran. Namun, begitu mulai membaca, ekspresi mereka berubah dari heran menjadi terkejut.
"Eh... karakter ini..." gumam Kiana sambil menatap lembarannya. "Ini... mirip banget denganku..."
Himeko tertawa kecil. "Bahkan cara bicaranya pun terasa familiar."
Bahkan kebiasaan minumnya sama persis.
"Tidak hanya itu, bahkan hubungan"
Mei cukup terkejut.
Seele juga mengangguk-menganggukan kepalanya.
Dia dan saudari kembarnya memiliki kepribadian yang bertolak belakang, hal seperti ini bahkan mirip padahal Caelus belum ketemu mereka sampai kemarin.
Bronya yang dari tadi diam sambil membaca dengan serius, akhirnya mengangkat kepala. "Caelus."
"Hm?"
"Bangunan ini sangat canggih, tapi... dari tadi kita tidak melihat kru lain. Siapa yang mengoperasikan semua ini?"
Caelus hanya tersenyum tenang. Ia bertepuk tangan, dan tak lama kemudian, dari balik dinding, beberapa makhluk kecil berbentuk lucu dengan desain unik mulai muncul satu per satu. Mereka mengeluarkan suara lembut seperti robot kecil.
Awalnya mereka berbaris rapi sampai siapa yang tersandung, merekapun terjatuh dan kacau.
"Ini... apa ini?" tanya Bronya, sedikit terkejut.
"Mereka disebut Bangboo," jawab Caelus. "Mereka robot asisten yang baru-baru ini dipublikasikan ke umum. Diciptakan oleh seorang ilmuwan jenius yang bekerja di bawah perusahaan IPC."
Bronya mengangguk pelan. "Aku pernah membaca tentang mereka. Efisien, cerdas, dan masing-masing punya kepribadian unik. Tapi aku tak menyangka kau memilikinya sebanyak ini."
Kiana mendekati salah satu Bangboo dan menyentuhnya pelan. "Mereka lucu juga ya... kayak peliharaan yang bisa kerja."
"Dan sangat handal," timpal Himeko. "Tidak heran perusahaan ini bisa berfungsi hanya dengan satu orang di permukaan."
Setelah berkeliling, Caelus memanggil Himeko dan menyerahkan sebuah tablet.
"Aku ingin menawari sesuatu," katanya. "Mau bergabung dengan Avalon? Sebagai aktor."
Himeko membaca sekilas kontrak di layar. Sederhana, tapi serius. Ia menoleh dengan senyum menggoda.
"Ara~ tawaran yang sulit ditolak."
Setelah berpikir sejenak, Himeko menandatangani kontraknya. Tablet berbunyi ting pelan.
"Selamat bergabung," ujar Caelus sambil tersenyum.
Kiana dan yang lainnya bersorak kecil, suasana menjadi meriah. Mereka pun berkumpul di lounge, menikmati makanan ringan yang disiapkan Bangboo.
Setelah suasana sedikit tenang, Caelus berdiri di depan mereka sambil membawa satu bundel naskah baru.
"Ada satu lagi yang ingin aku tunjukkan," katanya sambil meletakkan naskah itu di meja.
Semua mata tertuju ke arah naskah yang bertuliskan "Project Honkai Impact 3 Series" di sampulnya.
"Ini proyek utama yang sedang kusiapkan," lanjut Caelus. "Sebuah serial bernama Honkai Impact 3 Dan ini naskah garis besar plotnya."
Setelah Caelus pulang dari kedai Kopi dia langsung membuat naskanya tanpa henti dan sebaggian besar naskanya sudah selesai,
Plot yang sudah di tulis sudah sampai di bagian Kiana yang bangkit sebagai Herrscher of void.
Kiana mengambil salah satu naskah, membacanya cepat, dan matanya membesar.
"Ini... banyak karakter baru, dan sebagian terasa akrab..."
Caelus mengangguk. " Ya walaupun saya sudah menemukan berapa orang yang cocok untuk peran tersebut termasuk kalian, Tapi untuk mengisi semua peran, aku butuh lebih banyak orang."
Ia menatap mereka satu per satu, lalu tersenyum.
"Kalau kalian punya teman, keluarga, atau kenalan yang cocok dengan karakter di naskah ini... coba ajak mereka mungkin kebetulan mereka mirip denga peran yang di naskah."
Himeko membaca cepat, lalu tersenyum kecil. "Proyek ambisius... aku suka."
Bronya mengangguk serius. "Akan kupikirkan."
Mei tampak memikirkan seseorang, sedangkan Seele langsung berpikir tentang kembarannya.
Kiana mengepalkan tangan dengan semangat.
"Baik! Aku akan ajak semua orang yang kupikir cocok!"
Setelah kunjungan ke Avalon selesai, Kiana dan teman-temannya pulang ke rumah masing-masing.
"Sampai bertemu besok."
Mereka pamit ke Caelus.
Di asrama Schicksal, Kiana langsung menemui Teresa, kepala sekolah yang sekaligus figur keluarga terdekatnya.
"Bibi Teresa!" seru Kiana, memanggil dengan semangat.
Teresa mengangkat kepala dari dokumen yang sedang ia baca. "Ada apa, Kiana?"
Melihat keponakannya ini membuat Teresa langsung sakit kepala, walaupun Kiana sudah lulus dari sekolah tapi dia lebih memilih tetap tinggal di asrama.
Memikirkan Kiana yang waktu itu membujuk mei dan bronya serta himeko untuk tetap tinggal bersama di asrama membuat dengan cara yang berlebihan(memeluk kaki Mei sambil menangis) Teresa merasa umurnya semakin tua.
Setelah itu Kiana hanya menghabiskan waktunya dengan bermain game, makan, dan tidur.
Beruntung Kiana mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai artis di sebuah perusahaan hiburan tapi hal ini yang juga membuat Teresa sakit kepala lagi.
Dengan kecerdasan Kiana dan sikap naifnya itu, Teresa tidak tahu kapan Kiana akan di tipu oleh orang jahat tapi yang pasti dia akan.
Walaupun ada Mei di sampingnya tapi bagaimana kalau mei tidak ada?
Bagaimana jika Kiana kenapa-napa?
Membayangkan wajah kecewa teman baik nya Cecilia membuat Teresa merasa telah menjadi bibi yang gagal.
Memikirkannya membuat Teresa semakin pusing.
Kembali ke kenyataan.
Kiana mengangsurkan naskah proyek dari Avalon.
"Ini... Caelus mengajakku buat proyek baru. Kupikir Kepala Sekolah juga cocok jadi bagian dari ini!"
Teresa membaca cepat, matanya menyipit. "Aku? Bukannya aku sudah sibuk dengan Schicksal?"
"Tapi ini bisa seru! Sekali-kali santai, kan?" pinta Kiana.
Setelah berpikir sejenak, Teresa mendesah.
"...Baiklah. Tapi aku ikut sebagai pengawas, ya!"
Kiana bersorak kecil.
Tak berhenti di situ, Kiana juga menghubungi orang tuanya: Siegfried Kaslana dan Cecilia Schariac lewat telepon.
Begitu mendengar tawaran itu, suara berat Siegfried terdengar:
"Apa?! Main-main lagi? Harusnya kau belajar bertarung, Kiana!"
Tapi suara lembut Cecilia menyela, dingin namun tegas,
"Sieggy."
Siegfried langsung terbatuk pelan. "Oke, baiklah. Kalau itu untuk Kiana, kami dukung."
Cecilia tersenyum lembut.
"Kiana jangan khawatir kami akan mendukung setiap hal yang ingin kau lakukan, saudara-saudarimu juga setuju."
Kiana tersenyum lega. Keluarga kecilnya setuju bergabung.
Di tempat lain, Mei menghubungi temannya, Fu Hua, seorang master beladiri yang dapat di andalkan.
"Fu Hua, aku butuhmu di proyek ini. Mau bergabung?"
Fu Hua menjawab tenang, "Tentu saja."
Sementara itu, Seele tidak mau ketinggalan.
Ia menelpon saudari kembarnya, Veliona, serta teman-teman lamanya dari panti asuhan.
"Veliona, aku ingin kamu ikut. Ini... tentang masa depan kita."
Veliona sempat ragu, namun akhirnya mengangguk melalui suara di telepon. Teman-teman panti asuhan lainnya pun bersedia membantu.
Bronya, lebih tenang, menelepon Cocolia, ibu angkatnya yang juga kepala panti asuhan tempat dia dan Seele.
"Ibu... kami butuh bantuanmu. Kau mau bergabung?"
Ada keheningan sejenak sebelum suara tegas Cocolia terdengar.
"Baik. tapi aku akan ke sana jika ada waktu."
---
Keesokan harinya, mereka semua berkumpul kembali di depan gedung Avalon.
Begitu semua berkumpul di lobi utama Avalon, Caelus tersenyum dan mengajak mereka masuk ke dalam ruang utama studio yang luas dan modern.
"Baiklah," ucap Caelus sambil menepuk tangannya pelan. "Sebelum kita mulai, mari berkenalan satu sama lain dulu."
Kiana, penuh semangat, maju lebih dulu.
"Aku Kiana Kaslana! Hobi makannya banyak!" katanya sambil mengacungkan tangan.
Teresa menyusul dengan senyum canggung.
"Teresa Apocalypse, kepala asrama tempat Kiana tinggal. Tolong bantuannya."
Siegfried berdiri santai dengan tangan di saku.
"Siegfried Kaslana. Hanya ayah biasa."
Cecilia tersenyum sopan.
"Cecilia Schariac, ibu Kiana. Senang bertemu kalian."
Fu Hua memperkenalkan diri dengan sederhana.
"Fu Hua. Seorang instruktur bela diri."
Seele, agak malu-malu, menggenggam ujung bajunya.
"Aku Seele Vollerei... dan ini-" ia menunjuk gadis berwajah tegas di sampingnya,
"Veliona, saudari kembarku."
Veliona hanya mengangguk pendek.
Kemudian, Bronya, dengan suara tenang, berkata,
"Bronya Zaychik"
Setelah perkenalan itu, Caelus melambaikan tangan, dan beberapa Bangboo-robot kecil berbentuk lucu-membawa tumpukan berkas kontrak ke hadapan mereka.
"Ini kontrak kerja sama ringan," jelas Caelus. "Isinya sederhana: hak cipta tetap dipegang perusahaan, kalian mendapatkan honor dan bagi hasil yang adil."
Mereka membaca kontrak masing-masing.
Karena semua terasa wajar, satu per satu mulai menandatangani.
Beberapa menit kemudian.
Setelah semua tanda tangan selesai, Caelus berdiri di depan mereka dan mengangkat segelas kecil jus apel yang dibawa salah satu Bangboo.
"Uhum, baiklah kalau begitu mari kita mulai perayaan kecil untuk proyek ini, walaupun tidak seberapa tapi suatu saat nanti aku pasti akan mengadakan perayaan yang lebih meriah dengan kalian semua."
Gelas-geas kecil saling beradu, menimbulkan suara ceria yang menggema di ruangan.
Setelah itu, mereka semua menikmati perayaan kecil: makanan ringan, musik santai, dan beberapa Bangboo yang menari di tengah-tengah mereka, membuat suasana benar-benar terasa hangat dan seperti keluarga.
Di tengah acara himeko yang setengah mabuk bertanya.
"Jadi kapan syutingnya?"
Caelus menjawab sambil tersenyum.
"Besok."
""Eh?""