Di negara angin Susanno yang berangin dan penuh dengan padang rumput luas, tinggal seorang anak muda bernama Kamael. Pada usia 17 tahun, Kamael sudah dikenal luas sebagai anak dari seorang pengusaha kain sutra terkenal di negaranya. Bisnis sutra yang dijalankan oleh ayahnya, Garamel, sudah lama berkembang pesat, dan banyak orang yang memandang keluarga Kamael dengan hormat. Meskipun demikian, Kamael bukanlah seorang anak yang mudah bergaul. Ia lebih suka menjaga jarak dari orang lain dan tidak terlalu peduli pada banyak hal, termasuk dengan orang-orang di sekitarnya.
Cita-citanya sangat besar—ia ingin berkeliling dunia, menjelajahi berbagai negara, dan membangun tim petualang yang hebat. Namun, sifatnya yang sering kali tertutup dan tidak peduli pada orang lain membuatnya kurang disukai. Ia lebih sering fokus pada dirinya sendiri dan terkadang kurang menghargai usaha orang lain, meski dalam hatinya, ia juga mendambakan kehidupan yang lebih bermakna.
Pada suatu hari, ketika ayahnya, Garamel, memintanya untuk membantu berdagang kain sutra di pasar, Kamael berusaha menyelesaikan tugas tersebut dengan cepat. Namun, sifatnya yang tidak sabar dan kurang berhati-hati justru membuat segalanya menjadi lebih buruk. Dalam usahanya untuk mempercepat pekerjaan, Kamael tanpa sadar mulai menggunakan kekuatan Elemen Anginnya. Kekuatan tersebut semakin lama semakin tidak terkendali, membuat angin yang dahsyat berputar di sekitar kios kain sutra ayahnya. Dengan cepat, kekuatan angin yang dipicu emosi dan ketidaksabarannya merusak kios-kios lainnya yang ada di sekitar mereka.
Kekuatan Elemen Angin itu semakin besar dan mengamuk, dan tanpa mampu mengendalikan dirinya, Kamael malah membahayakan seluruh pasar. Untunglah, seorang pria tiba di tempat kejadian tepat pada waktunya. Pria itu menggunakan kekuatan Elemen Tanah dengan jurus Āsuhando (Tangan Tanah), yang mampu menahan dan mengekang Kamael yang terjerat dalam kekuatan angin yang tak terkendali. Dengan jurus tersebut, pria itu berhasil menangkap Kamael, membuat kekuatan angin berhenti seketika. Kamael pun pingsan karena kelelahan dan dampak dari amukan kekuatannya.
Ayah Kamael, Garamel, yang melihat kejadian tersebut, segera berterima kasih kepada pria yang telah menyelamatkan mereka.
"Terima kasih karena telah menyelamatkan anakku dan kami semua," ucap Garamel dengan tulus, lalu bertanya, "Jika boleh tahu, siapa kah engkau? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."
Pria yang menyelamatkan Kamael itu mengangguk ringan dan menjawab dengan suara tenang, "Nama ku Garrax, dari negara Tanah Gaia. Aku ke sini hanya untuk berkeliling ke seluruh negara yang ada di dunia ini."
Garamel terkejut mendengar nama itu. Garrax, seorang yang dikenal sebagai pahlawan besar dari Tanah Gaia. Dia pun berterima kasih lebih lanjut. "Terima kasih banyak, Tuan Garrax. Kami sungguh berterima kasih atas bantuanmu. Apa yang harus ku berikan sebagai imbalan atas bantuanmu ini? Kau harus mendapatkan imbalan atas apa yang kau lakukan."
Garrax menggelengkan kepala dengan tenang. "Aku tidak membutuhkan imbalan. Aku membantu orang lain karena aku ingin, itu saja," ucapnya dengan sikap rendah hati.
"Begitu yah... Sekali lagi terima kasih atas bantuannya," jawab Garamel sambil berjabat tangan dengan Garrax.
"Sama-sama. Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai jumpa," kata Garrax, mengucapkan perpisahan sebelum meninggalkan kerumunan pasar yang masih terkejut dengan kejadian tadi.
Setelah Garrax pergi, Garamel berusaha membangunkan Kamael yang tergeletak di tanah. Ia mengguncang-guncang tubuh anaknya perlahan.
"Kamael, bangunlah," ucap Garamel lembut, namun tegas.
Beberapa detik kemudian, Kamael perlahan membuka matanya. Ia merasa tubuhnya terasa sakit dan kotor, seperti baru saja terjatuh ke dalam tanah. Dengan tatapan bingung, Kamael bertanya, "Ada apa dengan aku? Kenapa tubuhku terasa sakit sekali dan kenapa badan ku kotor seperti kena tanah?"
Ayahnya menghela napas panjang, menatap Kamael dengan serius. "Kau tadi mengamuk karena tidak bisa mengendalikan kekuatanmu saat kau diminta untuk membantu ayah berdagang tadi. Lihatlah sekelilingmu, Kamael. Berapa banyak kios dagangan orang yang telah kau hancurkan? Kau juga telah menghancurkan kios ayahmu sendiri."
Kamael menatap sekelilingnya dan melihat kehancuran yang ditinggalkan akibat amukan kekuatannya. Ia merasa malu dan tidak tahu harus berkata apa.
Garamel melanjutkan, "Sekarang, kau harus memperbaiki apa yang telah kau lakukan. Minta maaf kepada orang-orang yang kiosnya kamu rusak. Setelah itu, kau harus pergi ke Negeri Roh Hei Bei Wu Chang. Temui orang yang bernama Las Lunin, seorang yang bijak dan dikenal luas di sana. Mintalah berguru kepadanya atas permintaan ayahmu ini. Katakan padanya bahwa yang menyuruhmu berguru adalah ayahmu, Garamel. Dulu, ayah adalah teman baik Las Lunin. Kami pernah memiliki kelompok petualang bersama, termasuk Las Lunin. Pergilah, nak."
Kamael menatap ayahnya dengan mata yang penuh penyesalan. "Baiklah, ayah," jawabnya dengan tekad baru di hatinya.
Singkat cerita, Kamael pun bersiap-siap untuk memulai perjalanannya ke negara roh Hei Bei Wu Chang. Ia berpamitan dengan ayahnya dan seluruh orang di negara angin Susanno, meninggalkan kota yang telah lama ia kenal. Dengan langkah pasti, ia meninggalkan segala kenyamanan yang ada, menuju negeri yang jauh, di mana ia berharap bisa menemukan pelajaran berharga dan memulai perjalanan baru yang akan mengubah hidupnya.