Aku Dan Lugiel Sedang Duduk Dibawah Payung
Lugiel (Dengan Dingin): "Kenapa Aku Harus Ikut"
Lucius (Dengan Datar): "Seharusnya Aku Yang Bilang Seperti Itu"
Walau Aku Tidak Masalah Untuk Melihat Gadis-gadis Imut Di Depanku Namun Aku Sangat Tidak Suka Pergi Ke Pantai.
Zein (Tersenyum): "Kalian, Apakah Kalian Tidak Ingin Bersenang-senang Bersama Semuanya"
Yang Mengatakan Hal Tersebut Adalah Zein Allvarmer, Dia Adalah Idola Di Akademi, Karena Tampangnya Yang Sangat Tampan, Dan Juga Memiliki Kepribadian Yang Sangat Baik.
Lucius (Tersenyum Lelah): "Tidak Ada Gunanya Bersenang-senang, Liburan Ini Hanya Sementara Dan Jika Kita Bersenang-senang, Maka Setelah Kembali Kita Akan Sedih Dan Rindu Akan Kesenangan Disini"
Zein (Tercengang): "Benar Juga Sih, Tapi Bukankah Kita Harus Bersenang-senang, Walau Hanya Sementara Tapi Itu Kenangan Yang Indah Kau Tahu Itu"
Lugiel (Dengan Dingin): "Jika Itu Kenangan Indah Maka Tidakkah Itu Akan Menjadi Beban Hidupmu, Aku Membuang Kenangan Masa Kecilku Yang Bahagia, Karena Itu Membuatku Stress"
Zein (Tercengang): "Hmm, Benar Juga Yah."
Saat Itu Zein Ikut Duduk, Dan Menatap Langit.
Lucius (Dengan Datar): "Kau Memiliki Masa Lalu Yang Bahagia, Kau Bebas Di Masa Itu, Namun Kau Sekarang Merasa Terkekang Karena Semua Murid Di Kelas Mengagumimu Dan Itu Membuat Para Murid Merasa Segan Dan Sungkan Kepadamu, Bukan"
Zein (Kaget, Dan Tidak Percaya): "Ke-kenapa Kau Tau Itu?"
Lucius (Tersenyum Puas): "Dari Tindakan Dan Gerakanmu Sudah Jelas?"
Zein: (Bingung): "Apa Maksudmu"
Lucius (Tersenyum): "Saat Kau Berjalan, Kau Seperti Orang Yang Kesepian, Saat Kau Berbicara Dengan Orang Kau Merasa Seperti Terpaksa, Dan Saat Latihan Kau Juga Kurang Fokus Berpikir Jernih, Kau Berusaha Untuk Tidak Membuat Kesalahan Sedikitpun, Di Latihan Karena Berharap Kami Menjadi Temanmu. Bukan"
Zein (Terkejut): "Nghh..."
Lucius (Tersenyum): "Tenang Saja Zein, Kau Tidaklah Sendirian Yang Kesepian, Itu Lugiel Juga Kesepian, Sepertimu"
Lugiel (Dengan Dingin, Dan Tersinggung): "Apa Maksudmu, Kenapa Kau Membawa-bawa Namaku, Dan Juga Aku Tidak Kesepian"
Lucius (Tersenyum, Dan Tertawa Kecil): "Fufufu, Aku Tau Kau Hanya Berpura-pura, Kau Tidak Seperti Ini Sebelumnya Bukan."
Lugiel (Dengan Dingin, Tapi Untuk Pertama Kalinya Seperti Orang Marah): "Nghh, Apa Maksudmu, Itu Karena Kau, Kau Melatihku Hingga Aku Seperti Ini."
Aku Dan Lugiel Pun Bertengkar Kecil, Sedangkan Zein Melihat Kami Bertengkar.
Zein (Tersenyum, Dan Tertawa): "Ahahahahaha, Kalian Yang Seperti Orang Dingin, Bisa Bertengkar Karena Masalah Kecil Seperti Itu Ya, Ahahahaha."
Setelah Itu Kami Memutuskan Untuk Bermain Bersama.
---
Aku Dan Velanesa Sedang Di Bawah Payung.
Velanesa (Tersenyum Menggoda): "Lucius, Tadi Aku Lupa Dan Tidak Memakai Tabir Surya, Jadi Bisakah Kamu Memakaikannya Kepadaku."
Lucius (Menatap Velanesa): "Mm, Bukankah Kau Bisa Melakukannya Sendiri."
Velanesa (Cemberut, Menggoda): "Tidakkah Kau Ingin Melihat Punggung Halusku Ini."
Lucius (Dalam Hati): "Entah Kenapa Velanesa Menjadi Lebih Agresif Kali Ini, Dia Juga Tidak Marah Saat Aku Tidak Sengaja Melihatnya Telanjang, Hmm, Apakah Dia Makan Makanan Yang Salah?"
Velanesa (Cemberut Dan Bingung): "Kenapa Kamu Malah Diam."
Lucius (Tersenyum Lelah): "Baiklah."
Velanesa (Tersenyum Bahagia): "Benarkah Kalau Begitu Silahkan, Kamu Juga Boleh Menyentuh Tubuhku Sepuasmu."
Lucius (Menatap Punggung Velanesa): "Aku Tidak Akan Melakukan Hal Seperti Itu"
----
Aku Mulai Memakaikan Tabir Surya Ke Punggung Velanesa.
Lucius Varvatos menarik napas dalam, mencoba mengendalikan gejolak yang mendesak dalam dirinya. Tangannya yang membalurkan tabir surya ke punggung Velanesa terasa panas, bukan hanya karena matahari yang bersinar terik, tetapi juga karena kulit halus Velanesa yang begitu menggoda di bawah sentuhannya.
Velanesa menoleh sedikit, sudut bibirnya terangkat dalam senyum tipis yang sulit diartikan. Apakah itu hanya kepolosan, atau justru sengaja menguji kesabaranku Hahh?
Velanesa (suaranya lembut, tetapi ada sedikit godaan di dalamnya):"Lucius, kau melamun?"
Lucius (segera mengalihkan pandangan, berdeham pelan): "Tidak, hanya memastikan semua bagian terlindungi dari matahari."
Velanesa (terkikik kecil, seolah menikmati ketidaknyamanan Lucius): "Kalau begitu, jangan ragu untuk meratakan lebih baik lagi."
Tangan Lucius berhenti sejenak. Ia merutuki dirinya sendiri dalam hati. Tenang, Lucius. Kau bukan pria yang mudah tergoda hanya karena ini. Tapi godaan di hadapannya terlalu nyata.
Seketika, Hembusan angin laut menyelamatkannya dari kebisuannya. Ia menarik napas panjang dan menepuk pelan punggung Velanesa, lalu berdiri.
Lucius (Menatap Velanesa): "Sudah selesai. Sekarang, jangan lupa mengenakan topimu juga."
Velanesa (menoleh, menatap Lucius dengan tatapan jahil): "Kau ini terlalu serius, Lucius. Sesekali, bersenang-senanglah."
Lucius hanya tersenyum tipis, menatap lautan yang berkilauan di hadapannya. Jika Velanesa tahu betapa besar usahanya untuk tetap tenang, mungkin Velanesa itu akan lebih puas menggoda. Namun, sebagai seorang pria yang telah ditempa oleh berbagai ujian hidup, Lucius tidak akan kalah hanya karena satu momen kecil seperti ini… atau setidaknya, begitulah yang ia yakini.
---
Di Saat Matahari Terbenam
Langit berwarna jingga saat matahari mulai tenggelam di cakrawala. Lucius mengapung santai di atas bantal air yang ia buat dengan sihirnya. Ombak yang tenang membuatnya terbuai dalam rasa damai, sementara suara deburan air menjadi musik alam yang menenangkan. Ia menutup matanya sejenak, membiarkan pikirannya melayang bebas.
Saat Lucius membuka matanya, ia melihat ke dalam air yang jernih. Awalnya, hanya ada bayangan gelap dari kedalaman, tetapi kemudian kilatan cahaya biru kehijauan muncul jauh di bawah sana. Cahaya itu berdenyut pelan, seperti sesuatu yang sedang bernapas dalam tidur panjangnya.
Perlahan, Lucius merasakan sesuatu yang aneh. Air di sekitarnya mulai bergetar, tidak seperti ombak biasa. Ada suara samar, seperti dentuman berat dari bawah laut. Ikan-ikan yang berenang di dekatnya tiba-tiba berhamburan pergi, seakan melarikan diri dari sesuatu yang mengerikan.
Lucius menajamkan pandangannya ke dalam lautan. Dari kegelapan, sepasang mata besar bersinar keemasan muncul, menatap langsung ke arahnya. Nafasnya tercekat. Sesuatu yang luar biasa besar sedang bangkit dari kedalaman. Sisik-sisik berkilauan mulai terlihat, bercahaya dalam warna biru, hijau, dan ungu.
Tiba-tiba, air laut di sekelilingnya bergejolak. Sebuah kepala raksasa, dihiasi tanduk-tanduk panjang dan tajam, muncul ke permukaan. Naga laut itu mengangkat tubuhnya yang megah dari dalam samudra, memecah ombak dengan kekuatan dahsyat. Air berhamburan ke segala arah, menciptakan hujan kecil di sekitar Lucius.
Lucius bisa merasakan hembusan nafas panas dari makhluk itu, meskipun tubuhnya masih setengah tenggelam dalam lautan. Makhluk tersebut menjulurkan lidahnya yang seperti untaian cahaya, mengeluarkan suara geraman rendah yang bergema di udara.
Makhluk Itu tidak langsung menyerang, tetapi hanya menatap Lucius dengan mata penuh kebijaksanaan, seolah sedang menilai apakah manusia di hadapannya adalah ancaman atau sekadar pengunjung yang tersesat di wilayahnya.
Tiba-tiba, udara di sekitarnya bergetar. Suara berat dan dalam bergema, datang dari makhluk itu—bukan sekadar suara biasa, tetapi sebuah gema yang mengalun kuat, menekan udara seperti gelombang badai yang menggulung lautan.
Leviathan (Dengan Suara Menggema) "M A N U S I A..."
Suara itu menggema dengan dahsyat, membuat air di sekitar Lucius bergetar hebat. Bantal airnya hampir saja pecah oleh tekanan suara tersebut.
Leviathan (Dengan Suara Menggema): "KAU..."
Suara itu semakin dalam, semakin menggelegar. Laut di bawahnya terasa seperti ikut merespons, ombak bergulung lebih besar.
Leviathan (Dengan Suara Menggema): "APAKAH KAU..."
Kini gema suara itu bergema lebih lama, seperti petir yang tidak kunjung reda. Lucius bisa merasakan getarannya menekan dadanya, seolah ada kekuatan tak kasat mata yang menghantam tubuhnya setiap kali suara itu terdengar.
Leviathan (Dengan Suara Menggema): "YANG MEMBANGUNKANKU?"
Ledakan suara terakhir itu menghancurkan permukaan air, menciptakan pusaran besar di bawah Lucius. Udara terasa berat, seakan seluruh lautan bereaksi terhadap kemarahan makhluk itu.
---
Saat Itu Aku Berhadapan Dengan Makhluk Yang Aku Kenal.
Sepertinya Dia Tidak Mengenalku Karena Penampilanku Sekarang.
Leviathan (Dengan Suara Menggema): "JAWAB LAH, M A N U S I A"
Khmm, Bukankah Ini Waktunya Menguji Kekuatanku, Dan Juga Mungkin Dia Bisa Jadi Peliharaanku Kali Ini, Aku Selalu Ingin Menjadikan Leviathan Sebagai Peliharaanku.
Lucius (Tersenyum Sombong): "Hahh, Untuk Apa Aku Harus Menjawab Pertanyaanmu Dasar Kadal Air."
Leviathan (Dengan Suara Menggema): "KADAL AIR KAU BILANG"
Makhluk Tersebut Langsung Membuka Mulutnya Lebar-lebar Dan Mengumpulkan Energi Yang Sangat Besar, Seluruh Energi Disekitarnya Langsung Ia Serap.
Lucius (Tersenyum): "Sedikit Mengkhawatirkan Kalau Begitu."
Lucius (Dengan Serius): "TERT DIME"
Seolah-olah Realitas Terbalik, Dimensi Disekitar Langsung Menghilang Dan Digantikan Oleh Dimensi Yang Lebih Tinggi.
Dimensi Dari Realitas Tertinggi, Dimensi Tanpa Batas, Tert Dime.
Tert Dime Adalah Primordial Magic, Yang Dapat Menciptakan Dimensi Tanpa Batas, Dimana Tidak Ada Ruang Untuk 1 Dimensi Atau Pun 11 Dimensi, Yang Ada Hanyalah Dimensi Tak Terbatas, Yang Tidak Memiliki Ujung.
Saat Itu Leviathan Mulai Menyemburkan Napas Air.
Leviathan (Dengan Suara Menggema): "AQUA CANNON"
Aku Segera Menghasilkan Perisai Yang Tak Terhitung Jumlahnya, Dengan The Will of Absolute Protection.
Tapi Setelah Itu Semua Perisai Tersebut Tidak Ada Gunanya, Semuanya Hancur Lebur Oleh Satu Semburan Napas Leviathan.
Ini Adalah Semburan Yang Dapat Menghancurkan Galaksi Hanya Dengan Satu Semburan Saja.
Lucius (Tersenyum): "LUO ALTOSR"
Dengan Luo Altosr Aku Memperkuat Kekuatan Tanganku Hingga Miliaran Kali Lipat.
Segera Setelah Itu Aku Meninju Semburan Itu.
Lucius (Dengan Kesulitan): "HYAAAAHHGG"
Leviathan (Dengan Suara Menggema): "HMM"
DOOM.
Ledakan Hipernova Tercipta.
Alam Semesta Di Dimensi Ini Telah Sepenuhnya Hancur.
Tanganku Hancur.
Lucius (Tersenyum): "Kau Kuat Juga Ya Tapi Ini Tidak Ada Apa-apanya."
Segera Setelah Itu Tangan Lucius Tumbuh Kembali, Dia Beregenerasi, Dengan Kecepatan Regenerasi Yang Menganggap Kecepatan Tak Terbatas Seperti Lelucon.
Leviathan (Suaranya Sekarang Terdengar Pelan): "Kau Apakah Kau Manusia. Kau Bisa Menggunakan Primordial Magic, Yang Seharusnya Hanya Bisa Digunakan Oleh Primordial Saja."
Lucius (Dengan Sombong): "Haha, Kau Saja Yang Terlalu Lemah, Apakah Kau Kira Kau Kuat."
Leviathan (Dengan Pelan): "Manusia Kau Sombong Sekali, Akanku Bunuh Kau Dengan Cepat, Sebagai Tanda Permintaan Maafmu"
Leviathan Mulai Menyemburkan Air Lagi, Ini Bukan Air Yang Seperti Sebelumnya, Ini Air Berwarna Emas.
Leviathan (Dengan Dingin): "Rasakanlah, Gol Gyr Cannon"
Gol Gyr Cannon, Kalau Tak Salah Itu Serangan Terkuat Leviathan, Satu Semburannya Dapat Memutarbalikkan Realitas, Dan Timeline, Sekali Terkena Akan Terhapus Eksistensi Target, Dan Dampak Semburan Itu Juga Mencapai Kehancuran Hyperverse.
Lucius (Tersenyum): "Baiklah Apakah Kau Bisa, Veshatritio."
Saat Itu Realitas Mulai Terdistorsi, Ruang-Waktu Berhenti Bergerak, Seolah-olah Realitas Itu Sendiri Mencoba Kabur Dari Lucius, Lucius Melangkah.
Dan Saat Itu Langkahnya Menghancurkan Multiverse.
Gol Gyr Cannon Mulai Ditembakkan, Bersama Dengan Kehancuran Multiverse.
Aku Segera Menangkap Semburan Api Emas Tersebut, Dan Mengubahnya Menjadi Kerikil Kecil.
Segera Setelah Itu Aku Mulai Menghindari Semburan Air Tersebut.
Aku Tau Bahwa Tubuh Ini Tidak Akan Bisa Mengubah Energi Sebesar Itu Menjadi Kerikil Terlalu Banyak.
Dan Saat Itu, Aku Berlari Dengan Kecepatan Yang Seakan-akan Menertawakan Kecepatan Tak Terbatas
Kecepatan Tak Terbatas Seperti Benar-benar Beku Dihadapannya
Sementara Leviathan Terus Menyemburkan Air Emasnya Ke Segala Arah Karena Tidak Bisa Melihat Kecepatan Lucius.
Saat Itu Aku Menggunakan Luo Altosr Dan Memperkuat Kekuatan Tinjuku. Dan Meninju Leviathan Tepat Di Rahangnya.
Leviathan (Kesakitan): "Gyaahh, Sialan Kau Manusia Rendahan."
Lucius Mulai Menendang Leviathan Untuk Kembali Ke Kedalaman Lautan.
Dia Tahu Bahwa Kekuatan Sejati Leviathan Hanya Muncul Di Dalam Air.
Di Dalam Laut Aku Berenang Dengan Kecepatan Yang Menganggap Kecepatan Tak Terbatas Sebagai Satu.
Tapi Tiba-tiba Leviathan Sudah Ada Di Depannya.
Leviathan Sudah Ada Di Depannya Sebelum Sempat Ia Menyadarinya.
Leviathan Yang Saat Ini Menganggap Kecepatan Lucius Sebagai Satu.
Lucius (Tersenyum): "Bagus."
Segera Setelah Itu Lucius Mulai Bergerak Dengan Kecepatan Yang Bahkan Menganggap Kecepatan Sebelumnya Sebagai Tidak Berarti.
Dia Sekarang Menganggap Kecepatan Leviathan Sebagai Satu.
Dan Aku Dan Leviathan Terus-Menerus Beradu Kecepatan.
Di Mana Kecepatanku Selalu Menjadi Tidak Lebih Dari Satu, Sedangkan Kecepatan Leviathan Adalah Seratus.
Dan Begitu Juga Sebaliknya, Aku Menganggap Kecepatan Leviathan Sebagai Satu, Dan Kecepatanku Sebagai Seratus.
Kami Mengubah Aturan Di Mana Di Atas Yang Tak Terbatas Masih Ada Yang Lebih Tak Terbatas, Terus-Menerus, Kami Mengubahnya.
----
Setelah Bertahun-tahun Bertarung Leviathan, Yang Menghancurkan Hiperverse Dalam Jumlah Tak Terbatas.
Dan Aku Yang Masih Kesulitan Melawan Leviathan.
Lalu Aku Segera Mengeluarkan Kartu Andalanku
Primordial Magic Tipe Penghapusan
Lucius (Tersenyum): "Dyvel."
Saat Itu Ada Sebuah Meriam Kecil Di Jari Telunjuk Lucius, Di Tangan Kiri.
Meriam Kecil Berwarna Putih.
Lucius (Dengan Sombong): "Ingatlah Leviathan Bahwa Dirimu Adalah Peliharaanku."
Leviathan (Tercengang, dan Kaget): "Leviathan, Tidak Mungkin, Tidak Mungkin Ada Yang Masih Mengingat Nama Itu... Jangan, jangan-jangan Anda."
Lucius (Tersenyum): "Aku Akan Menghapusmu Dari Eksistensi, Dan Menjadikan Dirimu Ketiadaan."
Lucius (Tersenyum): "Dyvel"
Segera Setelah Itu Meriam Kecil Di Jarinya, Mulai Melepaskan Tembakkannya, Api Putih Menyembur, Dan Segalanya Dalam Dimensi Tert Dime Mulai Terhapus Dari Eksistensi.
Tert Dime Yang Berisi Infinite Omniversal (Omniverse Tanpa Batas). Mulai Terhapus.
Leviathan Juga Terhapus Eksistensinya, Tapi Sebelum Dirinya Terkena Api Putih Dari Dyvel, Dia Menunduk Dan Tersenyum.
---
Lucius Kembali Ke Dimensi Asalnya, Di Mana Pertarungan Tadi Yang Memakan Waktu Hingga Miliaran Tahun, Hanya Satu Menit Di Sini.
Lucius Menatap Air Laut, Lalu Cahaya Emas Dan Ungu Mulai Tercipta, Di Sana Muncul Kembali Leviathan.
Leviathan Memiliki Keabadian Selama Di Dalam Segala Cerita Ada Lautan Maka Dia Tidak Akan Mati, Ataupun Menghilang, Bahkan Penghapusan Eksistensi Pun Mustahil Untuk Menghapusnya.
Setelahnya Mereka Saling Menatap.
Lucius (Tersenyum): "Lama Tidak Bertemu Leviathan."
Leviathan (Menunduk): "Aku Percaya Anda Belum Tiada, Aeron Azmaveth."
Lucius (Tersenyum): "Namaku Sekarang Adalah Lucius Varvatos."
Leviathan (Dengan Pelan): "Baiklah, Aku Akan Mengingatnya."
Lucius (Tersenyum): "Kau Harus Mengingatnya."
Mereka Berbincang-bincang Selama Beberapa Saat, Lalu.
Lucius (Menatap Leviathan): "Sekarang Apakah Kau Akan Menjadi Peliharaanku."
Leviathan (Tertekan): "Harga Diriku Sebagai Dewa Lautan Di Pertaruhkan Di Sini, Mungkin Aku Tidak Bisa."
Lucius (Tersenyum): "Begitu Ya, Aku Tidak Akan Memaksamu, Tapi Maukah Kamu Menjadi Temanku."
Leviathan (Tercengang): "Teman...."
Lucius (Tersenyum Puas): "Benar, Teman, Seseorang Yang Akan Menemani Kita Dan Membantu Kita, Itulah Yang Kutahu Soal Teman."
Leviathan (Menangis): "Aku Kesepian Dalam Tidurku, Aku Tidak Memiliki Teman, Diriku Kenal Dirimu Pun Itu Sudah Lama Sekali, Kalau Begitu Baiklah Aku Terima Menjadi Temanmu, Lucius"
Lucius (Menatap Leviathan): "Baiklah Kita Sekarang Adalah Teman."
Dalam Tengah Laut Saat Matahari Terbenam, Mereka Berdua Pun Menjadi Teman Dan Berjanji Akan Saling Membantu.
----
— To be continued