Cherreads

Chapter 7 - Bab 6

Bab 6

"Kata yang Menyentuh Luka Tersembunyi"

Malam itu hujan turun perlahan,

seperti irama doa-doa yang diam-diam dipanjatkan di sela kegelisahan.

Aku duduk di ruang tamu, memintal benang jahitan di tanganku yang sebenarnya tak perlu-perlu amat diperbaiki.

Sekadar mencari alasan untuk sibuk,

agar pikiranku tak perlu menari-nari lagi di atas nama yang seharusnya sudah lama kukubur dalam sujud.

Fathan duduk di seberangku, membaca kitab kuning dengan kaca mata tipisnya.

Wajahnya tenang — selalu tenang,

seperti danau yang mampu memantulkan langit tanpa sedikit pun berguncang.

Sesekali, ia mengangkat wajah, memandangku lama.

Tatapan itu bukan tatapan curiga, bukan pula marah.

Hanya tatapan seorang lelaki yang sudah terlalu dalam memahami perempuan yang ia cintai.

"Ada yang ingin kau ceritakan, Naya?"

Suaranya rendah, dalam, namun penuh kelembutan.

Aku menggeleng, memaksa senyum tipis.

"Tak ada apa-apa, Abang."

Ia tersenyum, senyum yang justru membuat dadaku makin sesak.

Lalu, tanpa menuntut, tanpa mendesak, ia berkata:

"Tak semua beban harus dibagi dengan kata-kata. Kadang, cukup aku tahu... bahwa hatimu sedang berjuang, dan itu sudah cukup bagiku untuk mencintaimu lebih kuat."

Aku menunduk.

Benang di tanganku putus.

Dan rasanya begitu juga pertahananku.

Air mataku hampir jatuh, tapi kutahan.

Karena aku tahu, air mata ini bukan untuk Fathan.

Ini air mata untuk diriku sendiri — yang terlalu rapuh menjaga pikirannya,

yang terlalu bodoh membiarkan bayang-bayang masa lalu mengusik kedamaian yang telah Allah titipkan dalam pernikahan ini.

Fathan menutup kitabnya perlahan, mendekat, lalu mengelus punggung tanganku.

"Apapun yang kau simpan di hatimu, Naya," katanya, lirih, "aku percaya, kau lebih memilih menjaga kehormatan kita... daripada menyerah pada apa pun yang melelahkanmu."

Tanganku bergetar.

Lidahku kelu.

Dan untuk pertama kalinya dalam sekian lama, aku ingin berteriak kepada langit:

"Ya Allah, jangan biarkan aku mencintai dunia lebih dari mencintai kehendak-Mu."

Malam itu, aku tidur dengan punggung saling membelakangi,

namun hatiku memeluk Fathan lebih erat dari sebelumnya —

sebagai bentuk permintaan maaf,

dan sebagai bentuk janji diam:

aku akan terus berperang demi menjaga nama baik laki-laki yang mencintaiku tanpa syarat ini.

More Chapters