Chapter 13 — Unveiling the Secrets
Langkah Ziza dan Riven menggema di lorong gelap reruntuhan itu. Setiap batu yang mereka injak seakan mengeluarkan suara yang menggetarkan, seperti membangkitkan kenangan yang terlupakan. Udara yang lembap dan dingin menggigit kulit mereka, namun mereka terus melangkah maju, tekad yang semakin menguat dalam hati mereka.
Reruntuhan di sekitar mereka seakan menjadi saksi bisu dari kehancuran peradaban yang pernah ada. Tembok-tembok yang dulunya megah kini hanya tinggal puing-puing, dan lantai-lantai yang retak menjadi bukti bahwa dunia ini telah dihancurkan oleh sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih kuat dari apa yang bisa mereka bayangkan.
Ziza merasakan ada sesuatu yang tidak biasa di tempat ini. Suasana yang tenang ini terasa menekan, seolah ada sesuatu yang menunggu mereka. Dia bisa merasakan sebuah kehadiran yang tak terlihat, namun cukup kuat untuk membuatnya waspada. Meskipun begitu, dia tidak mundur. Malahan, semakin dekat dia dengan sumber perasaan itu, semakin kuat rasa penasaran yang menguasai dirinya.
"Riven, hati-hati," kata Ziza tanpa menoleh, suara Ziza terdeteksi oleh Riven yang berada di belakangnya.
Riven mengangguk, waspada dengan setiap langkah yang diambilnya. Mereka berjalan lebih dalam, menyusuri lorong yang semakin gelap, sampai akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan pecahan kaca dan metal yang berserakan di lantai.
Di tengah ruangan itu, sebuah altar kuno berdiri tegak, meskipun ada banyak kerusakan. Altar tersebut terbuat dari batu hitam yang tertutup lumut, dengan simbol-simbol yang tak bisa dimengerti terukir di permukaannya. Ziza mendekat, matanya tertuju pada altar itu. Ada sesuatu yang terasa penting di sini, sesuatu yang perlu ia ketahui.
"Apa itu?" tanya Riven, matanya menelisik altar tersebut.
Ziza menatap altar itu dengan hati-hati. Dia merasa seakan altar itu adalah pusat dari semua yang terjadi. Di situlah mungkin jawaban yang mereka cari. Namun, dia juga merasa bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang mengintai mereka.
Saat Ziza mendekat, tiba-tiba suara gemuruh terdengar, mengguncang seluruh reruntuhan. Sebuah kekuatan yang sangat kuat memancar dari dalam tanah, menggetarkan udara di sekitar mereka. Ziza dan Riven terkejut, seakan dikejutkan oleh sebuah kekuatan tak terlihat yang tiba-tiba hadir di hadapan mereka.
"Apa ini?" Riven bertanya dengan suara terbata-bata, mencoba mengimbangi getaran yang semakin kuat.
Ziza menatap altar itu dengan penuh perhatian, sebuah pemahaman baru muncul dalam dirinya. Dia tahu, ini bukanlah kebetulan. Kekuatan yang mereka rasakan datang dari altar ini.
Di tengah suara gemuruh yang semakin keras, Ziza merasakan kekuatan dalam dirinya semakin mengalir. Matanya menyala, kekuatan yang diberikan oleh dewa misterius semakin menguat. Dia merasa seperti terhubung dengan kekuatan yang ada di depan mata mereka, sesuatu yang sangat kuno, yang memiliki potensi untuk mengubah segalanya.
Tiba-tiba, altar itu mulai bersinar, cahaya yang terang benderang muncul dari dalamnya. Ziza dan Riven mundur, terkejut oleh cahaya yang memancar dari altar tersebut. Sesuatu yang kuat, yang jauh lebih kuat dari yang mereka duga, tengah bangkit.
"Apa yang terjadi?" tanya Riven, terkejut.
Ziza menggertakkan giginya, menahan rasa takut yang mulai merayap. Dia tahu ini adalah bagian dari jalan yang harus mereka lalui. Tidak ada lagi jalan mundur.
Cahaya dari altar semakin terang, dan sebuah bayangan gelap muncul dari dalam cahaya itu. Bayangan itu memanjang, membentuk sosok yang tidak bisa dijelaskan, namun Ziza merasakan kehadirannya yang begitu kuat. Sebuah suara terdengar, seolah datang dari dalam jiwanya.
"Kalian datang..."
Suara itu, meskipun terdengar dalam dan berat, memiliki kedalaman yang menakutkan. Ziza dan Riven terdiam, tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka merasa seolah terhisap ke dalam kedalaman suara itu.
"Siapa kamu?" tanya Ziza, suaranya bergetar.
"Aku adalah bagian dari Nexus... bagian dari kekuatan yang telah menghancurkan dunia ini. Aku adalah kunci untuk mengakhiri semuanya, atau untuk memulai akhir dari segalanya." suara itu menjawab, dengan nada yang menggetarkan jiwa.
Ziza terdiam, matanya melebar mendengar kata-kata itu. Nexus... mereka yang telah menyebabkan kehancuran ini, mereka yang harus dihentikan. Sekarang, sesuatu yang lebih besar dan lebih gelap muncul di hadapan mereka.
"Apa yang harus kami lakukan?" tanya Ziza dengan suara penuh tekad.
"Kalian harus memilih. Kalian dapat menghentikan Nexus, atau kalian bisa bergabung denganku untuk mengubah dunia ini selamanya." suara itu menjawab, seperti sebuah godaan yang tidak bisa diabaikan.
Ziza menatap Riven, keduanya saling bertukar pandang. Tidak ada kata-kata yang keluar, hanya tatapan yang penuh makna. Mereka tahu apa yang harus dilakukan. Mereka tahu bahwa dunia ini tidak bisa berubah hanya dengan menunggu, dan mereka harus membuat pilihan.
Ziza menggenggam tangannya dengan erat, siap untuk memilih jalan yang akan mereka tempuh. Dalam hatinya, dia tahu satu hal yang pasti: Kehancuran atau perubahan, keputusan ada di tangan mereka.
"Kami akan menghentikan Nexus," kata Ziza dengan tegas, suaranya bergema di ruangan itu.
Cahaya dari altar semakin memudar, dan bayangan itu perlahan menghilang, meninggalkan Ziza dan Riven dalam keheningan yang dalam. Mereka tahu, perjalanan mereka baru saja memasuki tahap yang lebih berbahaya, lebih rumit, dan lebih penuh tantangan. Namun, mereka juga tahu bahwa mereka tidak akan mundur. Dunia ini masih memiliki harapan, dan mereka adalah harapan itu.
Ziza dan Riven melangkah keluar dari reruntuhan itu, bersiap menghadapi apa pun yang akan datang. Mereka tahu, perjalanan mereka belum selesai, dan semakin banyak yang harus mereka pelajari tentang Nexus dan apa yang benar-benar terjadi di dunia ini.
Namun, mereka juga tahu satu hal: Mereka tidak akan berhenti sampai Nexus dihentikan.
Dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya, mereka melanjutkan perjalanan mereka, siap untuk menghadapi badai yang akan datang.