Chapter 11 — Shadows of the Past
Hari-hari berlalu dengan cepat, namun setiap langkah yang diambil Ziza terasa semakin berat. Perjalanan mereka semakin mendekat pada tujuan yang lebih besar, namun Ziza merasa ada sesuatu yang terus mengejarnya, bayangan yang tak bisa dihindari. Kekuatan yang baru ditemukan itu seolah tidak cukup untuk menenangkan kerisauan yang menguasai hatinya. Ia merasa ada beban yang lebih berat daripada sekadar menghentikan Nexus. Ada hal lain yang lebih mendalam yang menantinya.
Dengan Riven di sisinya, Ziza terus melangkah melalui reruntuhan dunia lama, dunia yang dulu dipenuhi dengan harapan dan impian, yang kini hancur akibat invasi makhluk dari dunia lain. Tanah yang dulunya subur kini tandus, dan langit yang dulu cerah kini tertutup oleh awan gelap yang mengancam. Setiap langkah mereka menjadi saksi bisu dari kehancuran besar yang dialami umat manusia.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah kota yang hampir tak dikenali, hancur total oleh peperangan. Gedung-gedung tinggi yang dulu megah kini menjadi puing-puing yang memancarkan aura kelam. Namun, di balik reruntuhan itu, Ziza merasakan sebuah kekuatan lain yang menyentuhnya, sebuah kekuatan yang jauh lebih familiar.
Kekuatan itu datang dalam bentuk bayangan yang melayang di atasnya. Ziza mengenalinya dengan cepat—itu adalah bayangan dari masa lalunya, bayangan yang tak bisa ia lupakan.
"Kamu...?" Ziza bergumam, suara itu hampir tak terdengar, tetapi perasaan yang mengalir melalui tubuhnya membuatnya yakin. Sosok itu ada di sana.
Bayangan itu semakin jelas, dan perlahan-lahan wujudnya mulai terbentuk. Di hadapannya berdiri seorang pria dengan wajah yang sangat familiar—seorang pria yang pernah menjadi bagian dari hidupnya. Seorang pria yang sudah lama hilang.
Riven mendekat, merasakan ketegangan yang mengalir dalam udara. "Ziza, ada apa? Kamu tampak terkejut."
Ziza menatap bayangan itu dengan tatapan bingung. Riven yang berada di sampingnya, melihat ke arah yang sama, namun tidak melihat apa-apa selain puing-puing yang tersisa. Ziza tetap berdiri, matanya terfokus pada sosok yang mulai menghilang di hadapannya.
"Apa... apa yang sedang terjadi?" Ziza bertanya, namun suara itu terasa seperti sebuah bisikan yang menggema jauh di dalam dirinya. Sosok itu berkata dengan suara yang penuh penyesalan.
"Ziza... aku menyesal. Aku... tidak pernah bisa melindungimu. Maafkan aku..." Suara itu semakin perlahan, seolah angin menghapus kata-kata itu dari udara.
Ziza terdiam, hatinya bergejolak. Kenangan tentang pria itu mulai kembali, memecah hatinya menjadi serpihan-serpihan yang sulit untuk disatukan. Dia ingat betul, pria itu adalah bagian dari masa lalunya yang penuh kebahagiaan, namun juga penuh dengan penyesalan.
Pria itu, yang kini berada di hadapannya dalam wujud bayangan, adalah seseorang yang dia cintai—seseorang yang telah meninggal dalam pertempuran melawan makhluk dari dunia lain. Ia tidak pernah bisa melupakan pria itu, dan kini, sosoknya kembali hadir di hadapannya, membawa pesan penyesalan yang begitu dalam.
Riven yang melihat Ziza terdiam, akhirnya berkata, "Kamu tidak sendirian, Ziza. Ingatlah bahwa kita bersama dalam perjalanan ini. Kita akan menghadapinya bersama-sama."
Namun, Ziza merasa kesendiriannya semakin mendalam. Sosok bayangan itu tidak menghilang begitu saja. Itu adalah pengingat dari masa lalu, dari cinta yang telah hilang. Bayangan itu berbicara lagi, kali ini dengan suara yang lebih tegas.
"Ziza... kamu harus melanjutkan perjalananmu. Jangan berhenti di sini. Aku ingin kamu menjadi yang terbaik. Jangan biarkan dirimu terjebak dalam masa lalu. Kamu adalah masa depan umat manusia. Aku ingin kamu mengalahkan Nexus... untukmu dan untuk semua orang."
Sosok itu akhirnya menghilang, namun kata-katanya tetap bergaung di dalam hati Ziza. Ia merasa kekuatan baru mengalir dalam dirinya, bukan hanya dari kekuatan misterius yang ia terima, tetapi juga dari kenangan yang kembali hidup dalam dirinya. Sosok itu, meskipun telah hilang, memberinya kekuatan baru untuk melangkah maju.
Riven menatap Ziza dengan penuh perhatian. "Apa yang terjadi?"
Ziza memejamkan mata, berusaha mengontrol perasaannya. Setelah beberapa detik, dia membuka mata dan berkata dengan suara yang lebih tegas, "Aku harus melanjutkan perjalanan ini. Ini bukan hanya tentang membalas dendam. Ini tentang masa depan umat manusia. Kita harus menghentikan Nexus. Kita harus menghentikan kehancuran ini."
Riven mengangguk, tahu bahwa Ziza sedang melalui proses yang berat. Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka dengan langkah yang lebih mantap, meskipun bayangan masa lalu terus menghantui Ziza. Namun kali ini, Ziza merasa siap untuk menghadapi apapun yang ada di depannya.
Mereka melanjutkan perjalanan, menuju ancaman besar yang semakin mendekat. Ziza tahu bahwa pertempuran yang lebih besar sedang menantinya, dan dia tidak akan lagi membiarkan masa lalunya menghentikan langkahnya.